Beberapa waktu lalu, perusahaan tempat salah seorang kawan mengadakan rapat kerja pimpinan (Rakerpim) di kawasan Puncak, Bogor. Kawan kami kebetulan ikut serta dalam rombongan sebagai pembantu umum. Entah karena hawa dingin atau memang sudah kebiasaan, panitia membeli 3 kardus karton produk minuman merk Bintang Zero (lihat pada gambar). Hampir semua peserta pun disuguhi minuman yang katanya mengklaim diri 0% alkohol. Kawan kami juga disuguhi satu kaleng. Untuk penghangat badan, katanya. Kawan saya menolak pemberian atasannya dengan alasan minuman itu syubhat (tidak jelas). Sementara atasannya mengatakan minuman itu 0% alkohol, sehingga menurutnya halal. Lalu benarkah Bintang Zero berkadar alkohol 0% dan halal dikonsumsi?
Kontroversi status kehalalan produk minuman Bintang Zero tak terpisah dari maraknya iklan produk minuman itu. Ternyata tidak hanya sekedar marak, iklan tersebut telah mengecoh banyak konsumen muslim, yang akhirnya juga turut mengkonsumsi produk tersebut, dengan satu alasan bahwa produk itu bukan bir lagi. Alasannya karena alkoholnya nol alias zero persen. Sudah saatnya konsumen muslim mulai sadar halal serta senantiasa meningkatkan kepeduliannya terhadap apa yang akan dikonsumsi. Jika tidak kita akan selalu menjadi bulan-bulanan iklan. (Baca: Minuman Keras Dilarang, Daerah di Australiapun Semakin Aman)
Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika, Majelis Ulama Indonesia telah melakukan uji laboratorium terhadap beberapa produk yang mengklaim bahwa produk Greensands, Bintang Zero kandungan alkoholnya adalah nol persen. Bagaimana hasil uji yang telah kami lakukan ? Berikut laporannya.
Definisi dan proses pembuatan minuman beralkohol
Minuman keras atau khamr adalah produk yang dihasilkan melalui proses fermentasi dengan menggunakan khamir (ragi sacharomyces cereviciae), pada bahan yang yang mengandung pati atau mengandung gula tinggi. Proses fermentasi adalah proses yang sudah dikenal sejak berabad tahun yang lalu.
Pada zaman kehidupan Rasulullah saw , beliau melarang para sahabat untuk mengkonsumsi jus buah yang umurnya lebih dari 3 hari, atau ketika saribuah tersebut dalam kondisi menggelegak (berbuih). Berdasarkan penelitian para pakar, ternyata perasan sari buah yang sudah berumur lebih dari 3 hari tersebut, maka kandungan alcohol (ethanolnya sudah lebih dari 1 persen).
Berdasarkan fakta inilah kemudian komisi Fatwa MUI menetapkan batas maksimal kandungan alcohol (sebagai senyawa tunggal, ethanol) yang digunakan sebagai pelarut dalam produk pangan yaitu 1 persen.
Bagi konsumen muslim, minuman yang merupakan hasil fermentasi yang menghasilkan minuman beralkohol adalah haram untuk dikonsumsi. Minuman keras atau sering disebut dengan minuman beralkohol (bukan minuman yang ditambahi cairan alkohol atau ethanol_red) diproduksi dari setiap bahan yang mengandung karbohidrat (pati) seperti biji-bijian, umbi-umbian, atau pun tanaman palma (seperti legen, kurma).
Adapun alkohol yang sering disebut sebagai konsen dari minuman keras ini sebenarnya adalah senyawa ethanol (ethyl alcohol) suatu jenis alcohol yang paling popular digunakan dalam industri. Menurut peraturan Menteri Kesehatan No 86 tahun 1997, minuman beralkohol dibedakan menjadi tiga (3) golongan. Golongan A dengan kadar alcohol 1-5 % misalnya bir. Golongan B dengan kadar alcohol 5-20 % misalnya anggur dan Golongan C dengan kadar alcohol 20-55 % misalnya whisky dan brandy.
Adapun proses produksi fermentasi karbohidrat mencakup tiga (3) tahapan yaitu (1) pembuatan larutan nutrien, (2) fermentasi, dan (3) destilasi etanol. Destilasi adalah pemisahan ethanol dari cairan fermentasi. Adapun bahan-bahan yang mengandung gula tinggi, maka tidak memerlukan perlakuan pendahuluan yang berbeda dengan bahan yang berasal dari pati dan selulosa yang memerlukan penambahan asam (perlakuan kimia) maupun proses enzimatis (penambahan enzym) untuk menghidrolisisnya menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Jika bahan-bahan untuk fermentasi berasal dari biji-bijian seperti gandum dan cereal lainnya, maka bahan tersebut harus di rendam dalam air (soaking) hingga berkecambah , direbus, diproses menjadi mash dan dipanaskan. Disamping penggunaan mikroorganisme pada proses fermentasi, kondisi optimal fermentasi harus dijaga seperti masalah aerasi, pH, suhu dan lain-lain. Beberapa pengelompokan minuman keras adalah sebagai berikut :
No
|
Nama
|
Bahan Baku
|
Kadar Alkohol (%)
|
Proof (2x % ethanol (v/v))
|
1
|
Beer
|
Barley, Gandum
|
5
|
10
|
2
|
Anggur
|
Buah anggur atau jenis lainnya
|
12
|
20-24
|
3
|
Brandy
|
Anggur yang didestilasi
|
40-45
|
80-90
|
4
|
Whisky
|
Barley,jagung dan lainnya
|
45-55
|
90-100
|
5
|
Rum
|
Tetes tebu
|
45
|
90
|
6
|
Vodka
|
Kentang
|
40-50
|
80-100
|
Tes alcohol dan limit deteksi
Hasil pemeriksaan sangat tergantung dari limit deteksi suatu alat pengukur. Semakin sensitive alat pengukur tersebut maka semakin akurat nilai kuantitatif yang dihasilkan. Jika keberadaan suatu zat yang akan diperiksa , kandungannya lebih rendah dari limit deteksi suatu alat, maka alat tersebut tidak akan mampu mengeluarkan data kuantitatif bahan yang sedang diperiksa. Hasilnya terhadap kandungan suatu bahan yang akan diperiksa akan muncul “ tidak terdeteksi”.
Greensand, Bintang Zero dan beberapa produk bir lainnya yang ada di pasaran telah diuji. Berdasarkan hasil pemeriksaan kami maka kandungan alkoholnya adalah sebagai berikut :
Produk
|
Kandungan Alkohol
|
Green Sand
|
Tidak terdeteksi
|
Zero bintang
|
Tidak terdeteksi
|
Green sand Fiesta
|
Tidak terdeteksi
|
Budweiser
|
2,68 %
|
Bir bintang
|
2,97 %
|
San Miquel
|
3,98 %
|
Carlsberg Beer
|
4,47 %
|
Pemeriksaan halal, pemeriksaan proses
Dapat dipastikan tidak adanya kandungan alcohol yang terdeteksi pada produk Greensand dan Zero Bintang bukan berarti kedua minuman tersebut menjadi halal hukumnya. Tidak terdeteksinya alcohol pada alat yang kami gunakan bisa jadi dikarenakan limit deteksi alat yang kami miliki lebih tinggi dari kandungan alcohol yang mungkin ada dalam kedua minuman tersebut. Adapun alat yang kami gunakan memiliki limit deteksi 0,1 % atau 1 ppm. Sehingga jika hasil pengukuran kemudian didapatkan tidak terdeteksi, maka bukan berarti produk tersebut tidak mengandung alcohol. Boleh jadi kandungan alcoholnya dibawah 0.1 persen.
Alasan lain adalah keterangan dari pihak industri minuman tersebut yang mengatakan bahwa green sand prosesnya adalah sama sebagaimana produk bir mereka yang lain,hanya pada proses berikutnya ada tahap penghilangan alcohol. Sedangkan untuk kasus zero bintang keluaran PT Multibintang Indonesia, produk minuman tersebut menurut keterangan pihak perusahaan, tidak melewati tahap fermentasi. Tetapi produk zero bintang tersebut diciptakan rasanya seperti bir, tanpa melalui proses fermentasi.
Untuk kasus kedua produk tersebut, maka berdasarkan Fatwa MUI produk green sand dan zero bintang adalah haram. Untuk kasus green sand, proses yang terlibat sama sekali tidak berbeda dengan pembuatan bir, dimana pada tahap akhir ada usaha untuk menghilangkan alcohol. Hukum keharaman produk ini mengacu pada Fatwa MUI no 4 tahun 2003.
Sedangkan untuk kasus zero bintang, adanya proses pengimitasian terhadap barang haram sehingga akan mengajarkan konsumen muslim untuk menyukai sesuatu yang haram. Ketidakbolehan mengkonsumsinya mengacu pada Fatwa MUI no 4 tahun 2003 : “Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavor) benda-benda atau binatang yang diharamkan”. Hal ini lebih pada efek mencegah (preventive) untuk menyukai sesuatu yang haram, sebagai mana yang disampaikan oleh ketua komisi Fatwa MUI, KH Ma’ruf Amin; Al washilatu ilal haram haramun; segala sesuatu jalan menuju haram adalah haram.
Nampaknya, apa yang dilakukan oleh perusahaan produsen Bintang Zero itu hanya melakukan trik-trik iklan untuk pembentukan opini masyarakat demi jualan produk agar bisa laris. Di sinilah perbedaan kita sebagai orang muslim, memiliki jati diri untuk tidak ikut-ikutan pada suatu yang mendatangkan ketidakbaikan. Jadi Ishadu bi anna muslimin.
Sumber : muslimdaily
No comments:
Post a Comment